Jakarta
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memiliki tugas mengumpulkan penerimaan
negara dari sektor pajak. Pada tahun 2012 tugas yang diamanatkan kepada Ditjen
Pajak sebesar Rp 885 triliun, dan meningkat sebesar 16% untuk tahun 2013 atau
sebesar Rp 1.031 triliun. Peningkatan penerimaan pajak yang siginifikan itu
diharapkan dapat memperbesar kemampuan membangun, memperluas ruang gerak
pendanaan bagi berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat, dan
meningkatkan kemandirian bangsa. Namun demikian, mampukah Ditjen Pajak
melaksanakan tugas mengumpulkan penerimaan negara tersebut?
Tugas
mengumpulkan penerimaan negara yang diamanatkan kepada Ditjen Pajak membutuhkan
manajemen yang baik karena tugasnya yang sangat kompleks. Dalam hal ini Ditjen
Pajak membutuhkan restrukturisasi atau reformasi yang memungkinkan strategi,
struktur organisasi, sistem, dan skill sumber daya manusianya dapat digerakan
dengan cepat, sehingga memiliki kemampuan yang tanggap terhadap perubahan.
Kualitas
tata kelola sebuah organisasi tergantung pada seberapa besar struktur
organisasinya memadai untuk mengemban tugas. Dengan kata lain, struktur
organisasi harus mencerminkan tujuan utama organisasi dan pada saat bersamaan
juga harus fleksibel menanggapi perubahan strategi organisasi. Sejak
dilaksanakan reformasi birokrasi di Ditjen Pajak pada tahun 2002, telah
dilakukan penyempurnaan struktur organisasi Ditjen Pajak dengan menerapkan
organisasi berbasis fungsi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yaitu seperti
fungsi pelayanan, pengawasan dan konsultasi, serta fungsi pemeriksaan agar
tugas pengumpulan penerimaan pajak menjadi lebih efektif. KPP ini dikelola oleh
Kantor Wilayah (Kanwil) yang tersebar di setiap provinsi di seluruh Indonesia.
Kemudian seiring dengan dinamika yang terjadi pada dunia usaha, Ditjen Pajak
juga membentuk KPP Khusus untuk Wajib Pajak tertentu. Unit kerja ini menangani
Wajib Pajak Besar Nasional, Wajib Pajak Besar Wilayah, Penanaman Modal Asing,
Badan dan Orang Asing, Perusahaan Masuk Bursa, Badan Usaha Milik Negara,
Perusahaan Tambang, serta Perusahaan Minyak Bumi dan Gas. Untuk menjangkau
wilayah Indonesia yang begitu luas, Ditjen Pajak juga memiliki Kantor
Penyuluhan, Pelayanan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang tersebar di
berbagai wilayah pelosok Indonesia. Secara keseluruhan, saat ini Ditjen Pajak
memiliki 31 Kanwil, 331 KPP dan 207 KP2KP.
Ditjen
Pajak telah melakukan pembenahan internal organisasi, yaitu dengan menerapkan
sistem pengukuran kinerja, penegakan disiplin dan pemberian remunerasi. Ditjen
Pajak juga membangun sistem yang bisa mendeteksi secara dini dan cepat berbagai
bentuk penyimpangan, yaitu dengan membangun unit pengawasan internal,
mengembangkan whistleblowing system, serta mengembangkan budaya korektif dimana
sesama pegawai saling mengoreksi apabila ada rekannya yang melakukan
penyimpangan. Dalam pembenahan internal organisasi, Ditjen Pajak juga telah
melakukan�kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengefektifkan
dan memaksimalkan fungsi pengawasan internal.
Ditjen
Pajak bertekad secara sungguh-sungguh dalam gerakan reformasi birokrasi yang
digalakkannya. Sejak tahun 2002, penerapan hukuman disiplin kepada pegawai yang
menyalahgunakan wewenang terus diberlakukan dengan tegas. Dalam lima tahun
terakhir, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin meningkat signifikan.
Pada tahun 2007, jumlah pegawai yang terkena sanksi disiplin sebanyak 196
orang. Angka itu bertambah pada tahun 2008 menjadi 406 orang. Pada tahun 2009
dan 2010 berturut-turut Ditjen Pajak memberikan sanksi disiplin kepada 516 dan
657 pegawai. Sedangkan sejak awal tahun 2012 ini, sudah ada 39 pegawai yang
dijatuhkan sanksi.
Reformasi
birokrasi adalah tugas besar yang tidak dapat ditanggung oleh Ditjen Pajak
sendiri, namun dibutuhkan dukungan dan partisipasi seluruh masyarakat.
Reformasi birokrasi merupakan proses panjang dan terus-menerus karena harus
mengubah cara pandang dan budaya kerja. Reformasi birokrasi yang bertujuan
menjadikan Ditjen Pajak sebagai institusi terpercaya dalam memungut pajak tidak
akan sukses tanpa diimbangi dengan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
Dengan sistem perpajakan yang menganut sistem self assessment, kesadaran Wajib
Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela adalah kunci
sukses dari pelaksanaan sistem perpajakan nasional
Reformasi
birokrasi terbukti sudah membuahkan hasil. Tren peningkatan penerimaan pajak
adalah buktinya. Realisasi penerimaan pajak yang pada tahun 2002 hanya sebesar
Rp 176 triliun, pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp 571 triliun dan kemudian
pada tahun 2011 menjadi Rp 742 triliun. Hasil reformasi birokrasi pada akhirnya
juga akan dinikmati oleh rakyat berupa peningkatan kesejahteraan dan perbaikan
layanan umum. Mari dukung Ditjen Pajak dalam mengemban tugas mengumpulkan pajak
negara. Bayar dan laporkan pajak Anda dengan jujur dan benar sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku. Bangga bayar pajak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar